Di era globalisasi saat ini, bahasa Indonesia mempunyai peranan yang penting. Dengan menguasai bahasa Indonesia yang baik dan benar, seseorang akan mampu berkomunikasi dengan baik kepada sesamanya.
Karena pentingnya pentingnya bahasa Indonesia tersebut, pemerintah Republik Indonesia telah menempuh berbagai cara: (1) menempatkan fungsi dan kedudukan bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional dan bahasa negara, (2) membakukan ejaan bahasa Indonesia, (3) membakukan Pedoman Pembentukan Istilah, (4) menyusun Kamus Besar Bahasa Indonesia, (5) menjadikan bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar dari tingkat dasar sampai ke perguruan tinggi, (6) mengadakan penyuluhan bahasa Indonesia bagi masyarakat Indonesia, melalui TV, radio, dan media cetak, (7) mencanangkan Bulan Bahasa setiap bulan Oktober, dan (8) mengadakan kongres bahasa Indonesia setiap lima tahun sekali.
Usaha-usaha tersebut telah membuahkan hasil. Bahasa Indonesia berkembang luar biasa apalagi ditunjang dengan internasionalisasi bahasa Indonesia. Bahasa Indonesia dikembangkan menjadi bahasa internasional sebagaimana amanat yang terdapat dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan. Bahkan Universitas Negeri Surabaya (Unesa) dan Forum Dewan Guru Besar Indonesia (FDGBI) menggelar musyawarah internasional bersama para guru besar se-Asean di Golden Tulip Surabaya pada Selasa, 5 November 2019 mendorong bagaimana bahasa Indonesia menjadi bahasa ilmiah internasional.
Meskipun berbagai cara telah ditempuh oleh pemerintah Republik Indonesia, ternyata sampai saat ini masih banyak masyarakat Indonesia yang belum mampu menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Ketidakmampuan tersebut tidak hanya terjadi pada masyarakat awam, tetapi juga pada masyarakat terpelajar. Berbagai penelitian menunjukkan adanya keprihatinan kaum terpelajar Indonesia pada semua tingkatan satuan pendidikan: SD, SMP, SMA, bahkan perguruan tinggi dalam menggunakan bahasa Indonesia. Umumnya kesalahan tentang ketidakberhasilan pembelajaran bahasa Indonesia ditumpukan pada jenjang yang paling rendah, sekolah dasar. Mengapa demikian?
Ujung Tombak Pembinaan Bahasa Indonesia di Sekolah
Guru sekolah dasar memang menjadi orang yang paling berjasa. Hal itu terjadi karena semua orang yang terpelajar tidak ada yang tidak pernah diajar guru SD. Semua cendekiawan apa pun profesinya pasti pernah diajar oleh guru SD. Pada sisi lain, pengetahuan yang disampaikan guru SD tidak mudah terlupakan bahkan menjadi pengetahuan yang permanen. Jika yang disampaikan guru SD pengetahuan yang benar, pengetahuan itu tentu sangat bermanfaat bagi peserta didik untuk selamanya. Sebaliknya, jika pengetahuan salah yang disampakiannya, guru SD telah menyesatkan peserta didiknya.
Seperti itu juga halnya dengan pengetahuan bahasa Indonesia. Guru SD-lah yang sangat berperan dalam membentuk pengetahuan dan keterampilan bahasa Indonesia peserta didik dan kaum terpelajar pada umumnya.
Karena itu, guru SD sangat berperan dalam pembinaan bahasa Indonesia di sekolah. Peran guru SD yang sangat besar ini ditunjang oleh hipotesis periode kritis oleh Lenneberg dalam pembelajaran bahasa Indonesia. Hipotesis ini menyatakan bahwa antara umur 2 sampai dengan 12 tahun seorang anak dapat memperoleh bahasa mana pun dengan kemampuan seorang penutur asli. Dengan kata lain, pada periode ini bahasa bisa dikuasai secara lebih mudah dan selepas periode ini bahasa semakin sulit dikuasai. Ibarat bangunan gedung, pendidikan pada jenjang SD merupakan fondasi bangunan. Apabila fondasinya kokoh, terbuka kemungkinan besar untuk mengembangkan bangunan yang kuat pengoptimalannya. Dengan demikian, jelas bahwa guru SD-lah yang menjadi ujung tombak pembinaan bahasa Indonesia di sekolah.
Sebagai ujung tombak, guru SD haruslah selalu berupaya agar pengetahuan dan keterampilan bahasa Indonesia merupakan pengetahuan, keterampilan, dan sikap bahasa yang benar. Setiap kali menemukan kesalahan berbahasa pada peserta didiknya haruslah segera diarahkan ke bahasa yang benar. Bukankah berbahasa itu merupakan kebiasaan? Pembiasaan berbahasa yang benar sejak usia SD tentu sangat menunjang kompetensi dan keterampilan berbahasa peserta didik pada tingkatan pendidikan di atasnya: SMP, SMA, bahkan perguruan tinggi.
Karena itu, semua guru SD termasuk para calon guru SD khususnya para mahasiswa PGSD haruslah selalu meng-update pengetahuan, keterampilan, dan sikap bahasa Indonesia agar semua yang disampaikan kepada peserta didiknya jauh dari kekeliruan dan kesalahan. Tambahan lagi bahasa bersifat dinamis selalu berubah dari waktu ke waktu termasuk bahasa Indonesia. Jika hal itu dilakukan mereka, terbentuklah pembina-pembina bahasa Indonesia andal yang mempercepat terwujudnya bahasa Indonesia sebagai bahasa internasional. * (Penulis : Dr. Syamsul Ghufron – Dosen PPG-SD Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan UNUSA)