Surabaya – Potensi santri entrepreneur di ponpes Jawa Timur mendapat perhatian khusus dari Hermawan Kertajaya. Marketer dan motivator handal yang sudah mendunia ini mengaku sangat tertarik dengan keunikan generasi santri entrepreneur yang rahmatan lil alamin.
Dengan gaya orasinya yang khas arek Suroboyo, ini Hermawan Karyajaya membakar semangat mahasiswa Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya (Unusa) ini agar menjadi mahasiswa dan santri mandiri.
“Saya ini seorang nasrani yang getol memperjuangkan santri di kalangan pondok pesantren/ponpes di Jatim untuk mandiri. Saya akan perjuangkan melalui forum internasional bahwa umat Islam di Indonesia damai,” kata Chairman of Internasional Council for Small Business/ICSB Indonesia, Hermawan Kertajaya, yang juga Presiden of Asia Council for Small Business ketika memberi kuliah umum dengan tema ‘Mencetak Wirausaha Muda di Kalangan Santri & Mahasiswa’ di ruang auditorium Tower Unusa kampus B, Kamis (18/4/2019).
Hermawan sangat mendukung program one pesantren one product yang merupakan program andalan pemprov Jatim. Ia berpesan kepada para mahasiswa untuk menjadi entrepreneur harus mampu bekerja sama dengan orang lain.
Tiga hal yang ditekankan Hermawan adalah opportunity, kolaborasi, dan resiko. Santripreneur haruslah pandai membaca peluang, bisa bekerja sama dengan siapa pun dan berani mengambil resiko.
Hermawan mengimbau para calon entrepreneur jangan ingin cepat menjadi sukses. Karena membangun satu merek itu tidak gampang. “Kreatif tok itu ga cukup, dibutuhkan sebuah inovasi,” katanya.
Hal ini dibenarkan Wakil Gubernur (Wagub) Jatim, Emil Elestianto Dardak yang tampil sebagai penutup kuliah umum. Suami artis Arumi Bachsin ini mengatakan, untuk melahirkan satu produk yang memiliki akses pasar yang luas dan kuat tidaklah gampang.
“Produk tersebut haruslan berbasis manajemen yang kuat, yakni memiliki product management, customer management dan brand management,” ujar Emil.
Emil mengatakan, Pemprov Jatim saat ini sedang mengembangkan program communal branding, yakni satu merek mulai pengembangan, pemasaran, promosi hingga pembukaan pasarnya bisa dibantu pemerintah, tetapi dimanfaatkan oleh banyak pelaku usaha karena merek tersebut milik komunal.
“Communal branding ini sedang kita kembangkan. Kita ingin produk-produk di Jatim bisa masuk ke mal-mal dengan kuantitas yang cukup dan kualitas yang bagus,” kata Emil.
Rektor Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya (Unusa), Prof Dr Ir Achmad Jazidie MEng, mengatakan, communal branding akan membantu pelaku UMKM yang memiliki lini bisnis yang sama.
“Banyak produk UMKM dikembangkan melalui communal branding ini seperti kopi di sekitar pegunungan Wilis. Artinya, kebutuhan kopi Wilis bisa disuplai dari Kediri atau Trenggalek. Begitu pula dengan sate ayam Ponorogo,” kata Achmad Jazidie. (hap/Humas Unusa)