Surabaya – Saat Ngaji Kitab Ihya’ Ulumuddin yang diadakan di Kafe fastron lantai 3 Tower Unusa. Wakil Rektor 1 Unusa, Prof. Kacung Marijan menganggap kitab Ihya Ulumuddin sebagai pengendali bagi para elit politik untuk senantiasa waspada dan tidak mudah terseret arus perilaku politik negatif.
“Ya ini kan Ihya Ulumuddin mengingatkan supaya kita hati-hati, sebenarnya adalah pengendali, ngunu yo ngunu tapi ojo ngunu, itu urusan duniawi, kalau diteruskan ya tidak baik, tidak usah terlalu serius, itu hal biasa. Karena pada akhirnya kita akan mati,” kata Kacung Marijan, usai acara Kopdar Ngaji Kitab Ihya Ulumuddin bersama Ulil Abshar Abdallah, di Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya (UNUSA), Jumat (23/3) malam.
Menurut Wakil Rektor 1 UNUSA ini, dalam konteks tahun politik 2018 hingga 2019, kitab Ihya Ulumuddin dapat jadi pembelajaran dasar perilaku politik para elit dalam memanfaatkan wewenang dan jabatannya untuk mencapai kebaikan dan kemaslahatan bersama.
“Bertarung ya bertarung, itu hanya persaingan biasa, tujuannya fastabiqul qhairat, untuk mencapai kebaikan,” ujarnya.
Ia juga berpesan pada para politisi untuk tidak mudah menuduh dan mengumpat lawan politiknya melalui kemudahan bermedia sosial yang rentan dimanfaatkan oleh oknum tak bertanggungjawab.
“Yang dibahas kan permukaan, orang perlu paham betul duduk persoalan, jangan menghakimi sesuatu kalau kita tidak tahu persis duduk persoalan,” tandas Guru Besar Ilmu Politik Universitas Airlangga bidang perbandingan politik, Ahli tentang NU dan kebijakan publik ini.
Ihya Ulumuddin atau Al-Ihya merupakan kitab yang membahas tentang kaidah dan prinsip dalam menyucikan jiwa yang membahas perihal penyakit hati, pengobatannya, dan mendidik hati. Kitab ini merupakan karya yang paling terkenal dari Imam Al-Ghazali. (Humas Unusa)