SURABAYA – Jargon ‘Aku Menulis, maka, Aku Ada’ sering terdengar di telinga (Zainal Arifin Toha red.). Tetapi, tidak semua mahasiswa suka menulis. Bahkan sebagian ‘menyerah’ jika berhadapan dengan tugas menulis.
Minggu (1/10/2017), Himpunan Mahasiswa (Hima) Ilmu Kesehatan Masyarakat (IKM) Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya (Unusa) mengadakan workshop penulisan. Workshop ini menghadirkan Dhahana Adi, yang akrab dipanggil Ipunk, penulis buku ‘Surabaya Punya Cerita’.
Dari kisah Ipunk ini, diharapkan mahasiswa Unusa memperoleh bekal yang cukup, bagaimana lebih akrab dengan dunia tulis menulis. Buku ‘Surabaya Punya Cerita’, menjadi bukti betapa karya tulis itu mampu mengabadikan penulisnya.
Selain Ipunk, ada wartawan Duta Masyarakat, Mokhammad Kaiyis. Praktisi media ini kebagian tugas menyuguhkan ‘resep’ jitu bagi penulis pemula.
Kaiyis, panggilan akrabnya, mengajak (lebih dulu) membaca dan mendalami isi Alquran. Wahyu pertama berupa perintah. Iqro! Bacalah! Ini merupakan perintah, seruan, dan tugas Ilahiah yang ditujukan kepada makhluk termulia-Nya, Nabi Muhammad SAW. Perintah itu kemudian ditujukan kepada seluruh manusia, kia-kita.
“Logikanya, dengan perintah baca, berarti sudah ada yang dibaca. Yang dibaca bisa berupa benda, bisa pula berupa teks. Alquran sendiri, separo lebih isinya adalah cerita. Cerita yang diabadikan dalam sebuah tulisan. Andai saja wahyu (Alquran) tidak ditulis, maka, isinya bisa terdistorsi atau bahkan hilang sama sekali,” jelas pengurus PWI Jawa Timur ini.
Jadi? Tidak berlebihan kalau dikatakan ‘Aku Menulis, maka, Aku Ada’. Masalahnya: Bagaimana caranya mematri kuat semangat menulis pada diri kita? Bagaimana pula mengatasi kebuntuhan (writer’s block) dalam proses menulis yang sering menghantui penulis pemula? Workshop penulisan yang diadakan Divisi Keprofesian dan Keilmiahan Hima IKM UNUSA.