Surabaya – Pengabdian Masyarakat Semesta dari Fakultas Kedokteran Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya (Pengmasta FK Unusa) mendukung inisiasi terbentuknya Pesantren Tangguh COVID-19 di lima pondok pesantren di Jawa Timur.
Lima pondok pesantren ini antara lain Pondok pesantren Zainul Khasan (Genggong, Probolinggo), Pondok Pesantren Al Hikam (Burneh, Bangkalan), Pondok Pesantren Sunan Drajat (Paciran, Lamongan), Pondok Pesantren Wachid Hasyim (Bangil, Pasuruan), dan Pondok Pesantren Ammanatul Ummah (Surabaya & Pacet, Mojokerto).
Ketua Unit Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (UPPM) FK Unusa, dr. Hafid Algristian, Sp.KJ., M.H., menjelaskan acara ini dilakukan untuk mendukung inisiasi pesantren yang siap dan waspada di masa pandemi COVID-19.
“Kita menyadari pandemi tak begitu saja berakhir, bahkan kasus baru mencapai 4-5 ribu per hari. Di satu sisi, pesantren dan mungkin lembaga pendidikan lainnya, ada beberapa bagian pembelajaran yang tidak dapat dilakukan daring. Jadi kita perlu bersama-sama waspada,” ujar pria kelahiran Gresik, 1986 ini, Minggu (15/11).
Kegiatan Pengmasta FK UNUSA ini bertujuan untuk memfasilitasi alih potensi, sehingga pesantren dapat saling belajar dan saling bertukar potensi. “Salah satu yang kami tambahkan adalah pengetahuan tentang ‘after pandemic effect’, termasuk bagaimana tetap sehat dan bahagia di pandemi yang seperti tak ada ujungnya ini,” ungkap Hafid.
Pesantren adalah tempat yang paling aman, sekaligus paling rawan. “Ada beberapa pesantren yang tidak memulangkan santrinya sampai detik ini, lho. Seperti Ponpes Wachid Hasyim, Bangil. Ini ‘kan aman banget, ya. Semacam isolasi, begitu,” ungkap dokter yang mendalami spesialisasi kejiwaan ini.
Ada juga yang di awal pandemi memutuskan memulangkan santrinya dengan protokol yang ketat. “Misalnya Ponpes Sunan Drajad. Mereka mewajibkan santrinya rapid test dan isolasi mandiri 2 minggu sebelum kepulangan. Bahkan total bis yang digerakkan untuk mengantar santri sampai ke kampung halaman mencapai 250an armada. Ini ‘kan ndak main-main komitmennya,” Hafid menjelaskan.
Skrining ketat juga dilakukan kepada pengurus pesantren tanpa terkecuali, seperti yang dilakukan Ponpes Ammanatul Ummah. Mereka bahkan membiayai rapid test rutin untuk pengurusnya. “Tim kesehatan ponpes betul-betul memperhatikan protokol kesehatan untuk para pengurus, karena mereka punya mobilitas tinggi, ya. Ini kebijakan yang tegas dan tidak pandang bulu,” Hafid mengapresiasi.
Pembatasan kunjungan juga dilakukan. Keluarga tidak boleh bertemu santri, hanya boleh menitipkan makanan atau pakaian untuk santri di gerbang khusus yang telah menjadi pos-pos skrining COVID-19. “Pengurus Ponpes Zainul Khasan telah menyediakan rekening khusus agar orang tua bisa mengirimkan uang saku kepada anak-anaknya,” jelas Hafid.
Protokol kesehatan pondok pesantren yang teramat ketat ini sempat memicu tindakan arogansi dari para wali santri yang tidak setuju. “Apa itu corona, ngga ada wujudnya,” ungkap Hafid menirukan. Tapi hebatnya para pengurus ponpes itu, misalnya Al-Hikam Bangkalan, Madura, sangat-sangat dingin dalam menghadapi wali santri semacam ini. “Mereka paham wali santri itu hanya sama-sama capek ya, ditambah banyak informasi yang keliru. Makanya pihak ponpes selalu menyediakan waktu untuk mengedukasi,” imbuh Hafid.
Beberapa kegiatan Pengmasta FK UNUSA di antaranya adalah webinar bagi Kader Santri Husada, pembagian bibit tanaman herbal, focused group discussion dengan para pengurus Ponpes, pembuatan video edukasi, termasuk panduan membuat masker dan handsanitizer secara mandiri. “Tapi untuk kalangan sendiri, ya, bukan untuk dijual, haha,” ungkap Hafid.
Semua semua agenda hari ini akan diramu dalam satu buku tentang menjaga kesehatan di masa pandemi. “Nantinya buku tersebut akan kami sosialisasikan kepada lembaga dan dinas terkait, sebagai masukan untuk menyusun inisiatif ketahanan lembaga pendidikan di masa pandemi,” ungkap Hafid. (sar humas)