Surabaya – Dosen Kebidanan dari Fakultas Keperawatan dan Kebidanan (FKK) Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya (Unusa) Uliyatul Laili, SST., M.Keb menilai memasuki era adaptasi kebiasaan baru ini diharapkan ibu dan bayi tetap bisa mendapatkan akses pelayanan kesehatan esensial.
Uliyatul menjelaskan memasuki era adaptasi baru, ibu dan bayi tetap bisa mendapatkan akses pelayanan kesehatan esensial. Dengan cara itu faktor risiko dapat dikenali secara dini serta mendapatkan akses pertolongan kesehatan untuk kegawatdaruratan.
“Selain itu juga harus tetap memperhatikan perlindungan untuk tenaga kesehatan dari penularan Covid 19,” ucap Uliyatul, Kamis (8/10).
Ibu hamil, bersalin, nifas, serta bayi baru lahir merupakan sasaran yang rentan terhadap infeksi Covid 19. Karena itu perlu adanya pedoman pelayanan kesehatan di era adaptasi kebiasaan baru. Berdasarkan pedoman pelayanan kesehatan yang telah disusun oleh Kementerian Kesehatan RI terdapat beberapa rekomendasi utama bagi tenaga kesehatan yang melakukan penanganan pasien COVID 19 terutama pada ibu hamil, bersalin, nifas dan bayi baru lahir.
Rekomendasi tersebut diantaranya adalah tetap melakukan protokol kesehatan untuk pencegahan penularan COVID-19, penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) oleh tenaga kesehatan.
Penggunaan alat pelindung diri dapat disesuaikan oleh tenaga kesehatan berdasarkan lokasi dan jenis pelayanan yang akan dilakukan. Misalnya tenaga kesehatan yang berada pada fasilitas rawat jalan seperti Poli Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama(FKTP) dan fasilitas kesehatan rujukan tingkat lanjutan untuk pelayanan antenatal care dan nifas maka alat pelindung diri yang digunakan adalah pelindung kepala, masker bedah, faceshield, gown, sarung tangan serta sepatu tertutup. Hal ini akan berbeda dengan tenaga kesehatan yang berada di fasilitas rawat inap maka masker yang digunakan adalah masker N95, dilengkapi dengan kacamata googles dan apron.
Selain penggunaan alat pelindung diri, rekomendasi lain yang juga harus diperhatikan yakni tenaga kesehatan harus segera menyampaikan informasi kepada tenaga penanggung jawab infeksi di tempatnya bekerja (Komite PPI) apabila menerima pasien ibu hamil yang telah terkonfirmasi COVID-19 atau suspek, selanjutnya tempatkan pasien yang telah terkonfirmasi COVID-19, probable, atau suspek dalam ruangan khusus (ruangan isolasi infeksi airborne) yang sudah disiapkan sebelumnya bagi fasilitas pelayanan kesehatan yang sudah siap / sebagai pusat rujukan pasien COVID-19. Akan tetapi jika ruangan khusus ini tidak ada, pasien harus sesegera mungkin dirujuk ke tempat yang ada fasilitas ruangan khusus tersebut.
Untuk Perawatan maternal dilakukan di ruang isolasi khusus ini termasuk saat persalinan dan nifas, Untuk mengurangi transmisi virus dari ibu ke bayi, harus disiapkan fasilitas untuk perawatan terpisah pada ibu yang telah terkonfirmasi COVID-19 atau suspek dari bayinya sampai batas risiko transmisi sudah dilewati. Selain itu, Pemulangan pasien postpartum harus sesuai dengan rekomendasi yang sudah di tetapkan.
Berdasarkan pedoman pelayanan antenatal, persalinan, nifas dan bayi baru lahir di era adaptasi kebiasaan baru yang disusun oleh kementerian Kesehatan RI menunjukkan bahwa pelayanan kesehatan antenatal pada Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) pelaksanaan programnya berdaasarkan zona wilayah.
Untuk kelas ibu hamil di daerah dengan zona hijau (tidak terdaampak/ tidak ada kasus) dapat dilaksanakan dengan metode tatap muka (maksimal 10 peserta) dan harus mengikuti protokol kesehatan secara ketat. Sedangkan untuk wilayah dengan zona kuning (risiko rendah), orange (risiko sedang) dan merah (risiko tinggi) untuk pelaksanaan kelas ibu hamil ditunda selama masa pandemi covid 19 atau dilaksanakan melalui media komunikasi secara daring (video call, youtube, zoom atau media daring lainnya).
Pada kehamilan normal, pelayanan antenatal dapat dilakukan minimal enam kali kunjungan dnegan rincian dua kali saat trimester I, satu kali saat trimester II serta tiga kali saat trimester III.
Pada pelaksanaannya ibu hamil minimal dilakukan pemeriksaan oleh dokter sebanyak dua kali yaitu satu kali saat trimester I dan pada kunjungan ke lima saat trimester III. Kunjungan pemeriksaan kehamilan yang pertama pada trimester pertama dilakukan skrining faktor risiko oleh dokter dengan tetap menerapkan protokol kesehatan.
Akan tetapi apabila ibu datang untuk melakukan pemeriksaan pertama kalinya di Bidan, maka bidan dapat tetap memberikan pelayanan pemeriksaan kehamilan seperti biasanya dan selanjutnya ibu dirujuk ke fasilitas kesehatan terdekat seperti puskesmas atau dokter untuk tetap dilakukan skrining.
Mengingat ibu hamil merupakan sasaran dengan risiko untuk penularan covid 19, maka pemeriksaan kehamilan di era adaptasi kebiasaan baru ini, sebelum ibu melakukan kunjungan di fasilitas kesehatan disarankan ibu hamil untuk melakukan janji terlebih dahulu.
Janji temu/teleregistrasi dengan skrining anamnesa melalui media komunikasi (telepon)/ secara daring untuk mencari faktor risiko dan gejala covid 19. Setelah ibu melakukan janji dan skrining secara daring, baru ibu dapat melakukan kunjungan pemeriksaan kehamilan.
Hal ini yang membedakan kunjungan pemeriksaan kehamilan sebelum pandemi dan era adaptasi kebiasaan baru yang bertujuan untuk memutus dan mencegah penularan covid 19.
Dari hasil skrining secara daring, apabila ditemukan tanda gejala covid 19, maka perlu utnuk dilakukan rujukan ke rumah sakit guna dilakukan pemeriksaan swab, akan tetapi jika sulit untuk mengakses rumah sakir rujukan maka dilakukan rapid test.
Selanjtnya pemeriksaan skrining faktor risiko kehamilan dilakukan di RS rujukan. Namun jika tidak terdapat tanda gejala covid 19, maka dilakukan skrining oleh dokter di fasilitas kesehatan tingkat pertama.
Kunjungan pemeriksaan kehamilan berikutnya yaitu kunjungan ke dua di trimester satu, kunjungan ke tiga dan empat di trimester dua dan kunjungan ke enam di trimester tiga dilakukan sesuai dengan hasil skrining dengan melakukan tindak lanjut dari hasil pemeriksaan sebelumnya.
Untuk prosedur pemeriksaan ibu hamil tetap melakukan janji temu/ teleregistrasi dengan skrining anamnesa melalui media komunikasi terlebih dahulu untuk mencari faktor risiko dan gejala covid 19.
Pada kunjungan ke lima di trimester tiga, perlu dilakukan skrining faktor risiko persalinan oleh dokter dengan tetap menerapkan protokol kesehatan. Skrining ini dilakukan untuk menentukan faktor risiko persalinan, menentukan tempat persalinan serta menentukan apakah diperlukan tindakan rujukan atau tidak. (sar humas)