Surabaya – Dosen Program Studi (Prodi) S-1 Ilmu Kesehatan Masyarakat (IKM) Fakultas Kesehatan (FKes) Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya (Unusa), Agus Aan Adriansyah, S.KM., M.Kes mememinta untuk membedakan penularan virus corona kasus import atau bahkan penemuan kasus baru.
Aan menjelaskan, perlu adanya pemilahan kasus penularan virus corona terbaru atau dengan penularan oleh kluster yang lama. Dalam perspektif epidemiologi perlu adanya evaluasi untuk membedakan penyebaran virus corona dari kasus import seperti kasus yang muncul karena imbas kedatangan orang dari luar wilayah dan kasus lokal seperti virus yang dibawa orang itu berasal dari virus diluar wilayah.
“Apabila bukan kasus yang tertular dari kasus impor bisa jadi merupakan pasien tertular dengan rantai kluster yang lama, tapi belum ter-tracing saja,” jelas Aan, Kamis (14/5).
Dengan banyaknya temuan kasus serta peningkatan angka positif di Jawa Timur terlebih di Kota Surabaya, Aan mengapresiasi kerja cepat tim surveillance dalam melacak rantai penularan Covid-19. Sehingga dengan peningkatan jumlah orang yang positif tertular virus corona jangan diartikan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) gagal sepenuhnya.
“Saya menilai peningakatan jumlah yang signifikan ini justru sudah mempersiapkan proses pengendaliannya,” ucap Aan.
Dalam aspek epidemiologi, penerapan PSBB belum bisa dinyatakan gagal namun adanya upaya preventif dan promotif dalam rangka memutus mata rantai penularan. Mata rantai ini tentu berkaitan dengan pergerakan manusia. “Dengan adanya PSBB ini adanya perubahan perilaku yang menjadi pondasi untuk mengatasi penyebaran virus corona dengan mengedepankan kedisiplinan dan kepatuhan yang sudah terbiasa sehingga akan dengan mudah mengendalikan virus tersebut,” beber Aan.
Aan menilai keberhasilan program, perlu dilakukan pembinaan dan pengawasan seperti advokasi dan sosialisasi, asistensi teknis lapangan, serta melakukan pemantauan dan evaluasi.
“Melihat dari Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 9 Tahun 2020, indikator keberhasilan dalam menilai keefektifan PSBB meliputi pelaksanaan PSBB harus berjalan baik, terjadi penurunan jumlah kasus, dan tidak ada penyebaran kasus ke wilayah baru,” ucap Aan.
Keberhasilan PSBB tidak hanya dilihat dari outcome penurunan kasus saja, tetapi juga perlu diamati indikator proses sebagai bentuk respon dan kesiapan suatu wilayah dalam upaya pencegahan dan pengendalian Covid-19 pada masa PSBB.
Kunci sukses dalam melakukan pengendalian terletak pada upaya promotif dan preventif secara proaktif, bukan reaktif. Pengendalian secara proaktif dapat dilakukan dalam lingkup individu maupun lingkup Institusi, Lembaga atau Sosial.
Dalam lingkup individu harus adanya upaya seperti menjaga jarak fisik dan sosial (Physical Distancing), memakai Alat Pelindung Diri, menjaga Personal Hygiene dan melakukan pembatasan perjalanan. Sedangkan dalam lingkup lebih luas, kunci sukses pengendalian dilakukan melalui upaya deteksi (detect, test and treat), melakukan pelacakan kontak, menerapkan isolasi, dan melakukan upaya promosi & literasi kesehatan.
“Disini perlu adanya literasi dari para pemimpin harus berbicara secara ilmiah agar masyarakat agar tidak panik untuk menghadapi virus corona,” beber Aan.
Penerapan PSBB dengan pemberian edukasi dan membentuk karakter budaya agar menjadi kebiasaan yang baik, sehingga masyarakat terbiasa untuk bersikap disiplin dalam memerangi virus Corona atau virus apapun yang suatu saat bisa saja menghantui masyarakat. (sar humas)