Surabaya – Nafas buatan sering kali diberikan ketika menemukan seseorang yang mengalami henti nafas. Tujuanya agar korban bisa segera tertolong dan nafas kembali normal.
Namun ternyata, tindakan pertolongan dengan cara tersebut harus dihindari jika tidak mengenal korban dan mengenal rekam medisnya. Pasalnya pemberian nafas buatan justru rentan menularkan banyak penyakit.
“Jika tidak kenal, kita tidak tahu korban punya penyakit apa. Kalau dia punya penyakit menular nanti bisa tertular. Memang mau menolong, tapi tetap harus melihat dampaknya pada diri sendiri,” petugas 118 RSU dr Soetomo Surabaya, Edy Sulamsono.
Edy berbicara di hadapan para kader kesehatan, Linmas, Karang Taruna Kelurahan Wonokromo dalam diklat Basic Life Support (BLS), yakni memberi wawasan cara pertolongan pertama kepada korban kecelakaan kepada orang awam. Agenda tersebut digelar Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) dan Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya (Unusa), di Aula Kampus A Unusa , pada Minggu (24/11).
“Jika tidak mengenal betul korban yang mengalami henti nafas, maka cukup dengan memberikan pijatan jantung luar menggunakan telapak tangan,” kata Edy.
Tindakan pertologan pertama seperti mengenal gejala henti jantung mendadak, serangan jantung dan sejenisnya memang penting diketahui masyarakat umum. Karena merekalah yang berada di posisi terdekat tempat kejadian, berperan untuk menyelamatkan nyawa korban.
“Keterlambatan penanganan satu menit, kemungkinan berhasil 98 persen, 4 menit sebesar 50 persen dari terlambat 10 menit kemungkinannya sangat kecil yakni satu persen,” papar Edy.
Pelatihan BLS ini juga dilengkapi dengan praktik-praktik cara memberikan pertolongan pada korban henti nafas.
Dalam kesempatan yang sama, Ketua PPNI Kota Surabaya Misutarno mengatakan, pihaknya sengaja menggandeng Unusa. Hal itu untuk memberikan pelatihan kepada kader-kader kesehatan, linmas dan karang taruna di sekitar kampus A Unusa agar bisa memberikan edukasi yang baik bagaimana memberikan pertolongan pertama pada seseorang yang menderita henti nafas.
“Karena dunia sudah memprediksi bahwa orang-orang akan mengalami hal itu akan sangat banyak. Tiba-tiba saja henti nafas. Tidak hanya karena penyakit yang menyertai tapi karena kondisi alam misalnya gempa, kecelakaan dan sebagainya.
“Ini juga dalam rangka Hari Kesehatan Nasional yang diimbau oleh Gubernur Jatim agar semua pihak memberikan kontribusi terhadap kesehatan di Jatim. PPNI mencoba melakukan pelatihan ini,” jelasnya.
Diharapkan para peserta ini nantinya bias memberikan edukasi kepada masyarakat di sekitarnya tentang ilmu yang sudah didapatnya dari pelatihan ini. (Humas Unusa)