Surabaya – Kota Surabaya akhirnya memiliki Peraturan Daerah (Perda) Kawasan Tanpa Rokok (KTR). Pengesahan itu dilakukan dalam sidang paripurna DPRD Kota Surabaya, pada Kamis (4/4/2019).
Menurut Dosen Fakultas Kedokteran Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya (Unusa) dr Hafid Algristian SpKJ, penetapan KTR di Kota Surabaya tak hanya sebatas perda saja, namun juga akan diikuti banyak pelaksanaannya.
“Selama ini Unusa pro aktif dan ikut mengawal sejak rancangan perda (raperda) KTR, baik melalui kerja sama riset internal hingga aktif dalam satgas tim KTR yang dibentuk Dinas Kesehatan (Dinkes) Surabaya,” katanya.
Dr Hafid mengatakan beberapa dosen Unusa yang dikenal pakar tentang rokok sudah melakukan riset baik tentang kebijakan rokok dan implementasinya, maupun terkait klinis. Salah satunya kerjasama dengan Turki dalam riset addiksi (kecanduan).
Beberapa dosen Unusa juga ikut dalam satgas tim KTR, mulai dari riset sosial maupun penyuluhan langsung ke masyarakat di suatu kawasan. Tim KTR yang dibentuk Dinkes terdiri dari berbagai unsur masyarakat dan akademik. Mereka terjun lanngsung memberi penyuluhan bahaya rokok ke kawasan publik seperti mal-mal, tempat ibadah, sekolah. Juga melakukan sebuah riset piskologi tentang persepsi masyarakat terhadap rokok.
Oleh karenanya dalam kunjungan ke SMAN 5 Surabaya, pada Jumat (10/5/2019) , mahasiswa FK Unusa memberi penyuluhan dengan mengangkat tema bahaya rokok. Harapannya generasi muda juga ikut andil dan bisa lebih berpartisipasi dalam gerakan bebas rokok tersebut.
“Unusa dengan SMAN 5 Surabaya memiliki keterikatan yang kuat. Tak ada salahnya kerja sama yang terjalin juga bisa lebih ditingkatkan melalui kader-kader kesehatan. Para mahasiswa bisa menurunkan pengetahuan dan wawasannya kepada adik-adik siswa SMA. Sehingga pemahaman hidup sehat bebas rokok terus berlanjut dan bisa berkontribusi positif bagi kehidupan di kota Surabaya yang sehat dan nyaman,” katanya.
Ganda Agyl Pasa Dewa, mahasiswa FK Unusa mengatakan siswa SMAN 5 Surabaya sangat aktif dalam dialog penyuluhan bebas rokok tersebut. Bahkan para siswa sudah mengumpulkan banyak data sebelum kegiatan.
“Salah satu pertanyaan dari mereka, mengapa rokok sekarang dinyatakan bahaya bagi kesehatan, padahal dulu rokok digunakan sebagai obat. Pertanyaan jeli dari adik SMA harus kami jelaskan dalam kegiatan tersebut. Dengan begitu mereka memahami bagaimana terjadi sebuah kecanduan, dan kecanduan itu bisa dimanfaatkan pihak lain yang ingin mengambil keuntungan semata,” katanya. (hap/Humas Unusa)