SURABAYA – Program studi (prodi) Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran (FK) Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya (Unusa) menjalani tahap demi tahap proses reakreditasi. Selama dua hari, Kamis (26/7) dan Jumat (27/7) prodi tersebut dikunjungi (visitasi) oleh tiga asesor dari Lembaga Akreditasi Mandiri Perguruan Tinggi Kesehatan (LAM PT Kes).
Dalam visitasi ini asesor melakukan kroscek atas apa yang sudah dilaporkan Unusa melalui proposal pengajuan reakreditasi sebelumnya. Apakah memang benar sesuai dengan kenyataan atau tidak.
Kepala Prodi Pendidikan Dokter FK Unusa, dr. Ardyarini Dyah Savitri mengatakan visitasi ini adalah salah satu rangkaian reakreditasi yang harus dilalui. “Kita persiapannya satu tahun. Karema harus sempurna,” ujar dr. Vitri panggilan akrabnya.
Prodi Pendidikan Dokter FK Unusa ini sudah empat tahun dibuka dan dikatakan dr Vitri sebenarnya reakreditasi ini sedikit terlambat. “Minimal itu dua tahun dari pertama kali dibuka. Tapi tidak apa, sekarang kita berupaya agar ini membuahkan hasil,” tambahnya.
Nantinya dengan adanya peningkatakan akreditasi ini diharapkan kualitas pendidikan kedokteran di Unusa lebih diakui. Para lulusan FK Unusa bisa lebih berkualitas dan mudah terserap pasar.
“Target kita 2022 akreditasi FK harus A. Memang menuju ke sana harus bertahap apalagi ini kedokteran,” jelasnya.
Disadari atau tidak, saat ini fakultas kedokteran sudah banyak dibuka di beberapa kampus negeri maupun swasta. Persaingan semakin ketat. Namun FK Unusa memiliki keunggulan tersendiri dibanding kampus-kampus lainnya. Apalagi keberadaan rumah sakit pendidikan yang dimiliki sendiri oleh kampus yang bersangkutan sangatlah penting. Terutama untuk dijadikan tempat pembelajaran secara langsung oleh mahasiswa.
“Kita punya rumah sakit sendiri. Ada dua di Surabaya. Ini yang tidak dimiliki FK lainnya,” tukas dr. Vitri.
Selain itu, lulusan FK Unusa memiliki keunggulan lain. Di mana mereka sudah dibekali untuk mengabdi di pondok pesantren. Sejak awal mahasiswa sudah ditekankan untuk melakukan penelitian dan pengabdian masyarakat di pondok pesantren.
Tidak hanya itu, Unusa bahkan mewajibkan mahasiswa FK untuk melakukan kunjungan ke pesanten di tahap-tajap awal mereka menempuh pendidikan di FK. Setelahnya, ketika mahasiswa sudah menempuh pendidikan dokter secara lengkap barulah Unusa melepasnya ke pesantren.
“Pesamtren itu kan bukan hanya gerbang ilmu bagi sekitarnya tapi juga gerbang kesehatan. Dengan begitu nantinya pesantren bisa menularkan budaya sehat ini ke sekitarnya,” tutur dr. Vitri. (end)