Surabaya – Dalam rangka membangun dan memberdayakan Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) Program Studi S1 Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini (PG PAUD) Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya (Unusa) mengadakan seminar untuk mengenali potensi Anak Inklusi yang masih dalam usia Anak Usia Dini (AUD). Kegiatan ini dihadiri ratusan Bunda Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) yang tergabung dalam Asosiasi AUD, Maarif Kota Surabaya, Himpunan Guru PAUD (HIMPAUDI) Kota Surabaya, Muslimat Kota Surabaya, IGTKI/FKG PAI Kota Surabaya, IGRA Kota Surabaya. Prodi S1 PG-PAUD Unusa mengambil tema ‘Pemberdayaan Anak Berkebutuhan Khusus dalam Menyongsong Generasi Emas Tahun 2045 melalui pendidikan Inklusi,” ungkapnya.
Kegiatan yang dibuka secara resmi oleh Rektor Unusa, Prof. Dr. Achmad Jazidie, M.Eng. Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) merupakan sosok pribadi yang spesial. Dibalik kelemahan secara fisik namun mereka memiliki kelebihan yang luar biasa. ABK juga harus diberdayakan sebagai bagian dari lahirnya generasi penerus bangsa.
“Anak-anak difable juga memiliki kesetaraan dan hak yang sama. Hal ini penting agar mereka bisa mengembangkan kemampuan dan minatnya. Perlu adanya penggalian ide dan kreativitas untuk meningkatkan peran mereka di masa depan,” ungkapnya saat sambutan di Kafe Fastron Lantai 3 Tower Unusa Kampus Jemursari Surabaya.
Seminar ini menghadirkan Pakar Pendidikan Anak Usia Dini, Munif Chatib menyebutkan, para guru PAUD sekarang ini memang harus sedikit bekerja keras untuk mengajarkan anak-anak didiknya yang baru masuk agar bisa memahami rahasia belajar anak usia dini. Sedikitnya ada 4 Dimensi Anak Usia Dini, Aspek Perkembangan Kognitif, Aspek Perkembangan Fisik, Aspek Perkembangan Bahasa, Aspek Perkembangan Sosio-Emosional.
“Pada masa usia dini anak mengalami masa keemasan (the golden years) yang merupakan masa dimana anak mulai peka/sensitif untuk menerima berbagai rangsangan. Masa peka pada masing-masing anak berbeda, seiring dengan laju pertumbuhan dan perkembangan anak secara individual,” tuturnya akhir bulan lalu.
Pria yang juga Dosen Fakultas Keguruan Ilmu Pendidikan (FKIP) Unusa ini menambahkan, Masa peka merupakan masa terjadinya kematangan fungsi fisik dan psikis yang siap merespon stimulasi yang diberikan oleh lingkungan. Masa ini juga merupakan masa peletak dasar untuk mengembangkan kemampuan kognitif, motorik, bahasa, sosio emosional, agama dan moral.
“Difable mainstreaming belum menjadi arus utama yang patut diperhatikan. Sampai saat ini Indonesia masih tertinggal dengan negara lain terutama dalam hal pemenuhan fasilitas. Padahal ABK adalah anak-anak yang spesial. Mereka memiliki keistimewaan sehingga harus diberi apresiasi khusus.
Munif juga menekankan pentingnya peran guru dalam setiap proses pembelajaran ABK. Guru sangat menentukan apakah anak-anak difable bisa mengembangkan potensi dan keistimewaan itu. “Ada tiga hal yang akan membuat seseorang jadi pemenang yaitu memiliki physical happiness intelectual happines dan spiritual happiness,” tambahnya. (Humas Unusa)