Surabaya – Pelukis Nabila Dewi Gayatri menyerahkan lukisan berjudul “Masjid Istiqlal Jakarta” dari acrylic di atas kanvas berukuran 110 x 150 cm kepada Unusa. Lukisan dengan gambar dua wajah Gus Dur itu diberikan kepada Unusa sebagai bagian tradisi rutin Nabilah tiap usai penyelenggaraan pameran tunggal. Pameran tunggal “Jimat NU” sendiri telah digelar pada tanggal 13-17 Desember 2021 dalam rangka menyambut Muktamar ke-34 NU di Gedung Balai Pemuda, Surabaya.
“Ini tradisi saya tiap menggelar pameran tunggal. Pada pameran kali ini saya menyerahkan lukisan ke Unusa, dan PC NU Surabaya. Sedang ke PWNU Jatim sudah pada pameran tunggal sebelumnya. Demikian juga ke PBNU di Jakarta,” katanya, Senin (10/1) siang.
Pelukis kelahiran Gresik, 25 Desember 1969 ini mengatakan, ia sudah puluhan melukis Gus Dur sebagai bentuk mahabah dan atau kecintaan saya kepada Gus Dur. “Karena saya sebagai seorang perupa, maka melalui lukisanlah sumbangsih kecintaan saya bisa terwujud. Ketika melukis Gus Dur pada akhirnya berujung kepuasan batin,” kata alumni Al Azhar, Kairo Mesir pada Jurusan Aqidah Filsafat ini.
Diungkapkan Nabila, dengan melukis Gus Dur, dirinya terus belajar memahami. “Gus Dur itu fenomenal. Saya tidak berani menyebut proses melukis ini sebagai ibadah, tetapi saya meyakini, semua kebaikan akan mendapat nilai. Melukis Gus Dur secara tidak langsung mengajarkan kebaikan Gus Dur. Ini perbuatan baik untuk mengenang orang baik,” kata Nabila yang menyelesaikan S1 di Jurusan Arsitektur ITS, sebelum ke Al Azhar, Mesir.
Dalam katalog pameran “Jimat NU”, ibu dua anak ini menulis, dirinya tidak mengetahui sejauh mana upaya melestarikan ke-Gus Dur-an ini ia lakukan memaluli lukisan, Namun, katanya ia akan terus beregerak, hingga akan ada sesi-sesi khusus untuk memamerkannya secara utuh dan selanjutnya aka nada lukisan-lukisan tentang Gus Dur dari waktu ke waktu, masa ke masa. “Melukis Gus Dur adalah kehendak batin saya sebagai pelukis, Ia menuntun saya menggerakkan kuas, mengaduk dan mencampur warna, menyelam jauh ke dasar samudera rasa, menekuri wajah-Nya, dan saya memaknainya sebagai cinta,” tulis Nabila Dewi Gayatri dalam katalog “Jimat NU”. (***)