SURABAYA:
Empat dari lima penerima program Bidikmisi Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya (Unusa) tahun 2013 (angkatan pertama) lulus dengan predikat cumlaude. Bersama keempat penerima Bidikmisi ini, tiga mahasiswa berbeasiswa penuh dari badan pengelola Unusa, yakni, Yayasan Rumah Sakit Islam Surabaya (YARSIS), juga meraih predikat cumluade.
Demikian disampaikan Wakil Rektor I Bidang Akademik Unusa, Prof Kacung Marijan dalam acara silaturrahim dengan para lulusan berprestasi, Jumat (9/9) siang di Surabaya. Tahun ini Unusa akan mewisuda sebanyak 499 mahasiswa, terdiri dari 88 orang wisudawan laki-laki dan 411 orang perempuan (wisudawati). “Seluruh wisudawan berasal dari Fakultas Keperawatan dan Kerbidanan (FKK) yang merupakan program studi tertua yang menjadi cikal bakal Unusa. Tahun depan dari Fakultas lain insha Allah akan menyusul ikut diwisuda,” katanya.
Keempat lulusan penerima Bidikmisi dengan predikat cumlaude itu masing-masing; Isnaini Karimah, Eva Dwi Tamaral, Chusnul Aliyah, dan Nur Ajeng. Keempatnya berasal dari program studi D 3 Kebidanan. Sementara cumlaude dari beasiswa yayasan masing-masing Ariezanafidatun Nahla (D3 Keperawatan), Karlina dan Angger Bayu (S1 Keperawatan).
Dalam acara wisuda yang akan digelar Rabu, 14 September nanti, Kacung Marijan menjelaskan, universitas akan mengukuhkan dua belas wisudawan berprestasi. Penilaiannya tidak hanya pada indeks prestasi kumulatif yang berada di atas 3,5 tapi juga aktif pada berbagai kegiatan kemahasiswaaan saat kuliah.
“Karena itu Unusa tidak hanya memberikan ijasah da transkrip nilai sebagai tanda kelulusan dan selesainya mahasiswa dibangku kuliah, tapi juga memberikan surat keterangan pendamping ijasah (SKPI) yang merupakan dokumen transkrip kegiatan kemahasiswaan yang memuat prestasi wisudawan dalam kegiatan selama menjadi mahasiswa,” katanya.
Kacung Marijan mengapresiasi terhadap prestasi yang diraih para penerima beasiswa, baik yang berasal dari pemerintah (Bidikmisi –Red), maupun dari Yayasan. “Mereka berasal dari keluarga tidak mampu secara ekonomi, tapi ketika diberikan kesempatan kuliah prestasinya tidak kalah, bahkan di atas rata-rata. Ini salah satu bukti bahwa keterbatasan ekonomi akan mengalahkan segalanya bagi mereka yang bersungguh-sungguh,” katanya.
Diungkapkannya, melalui beasiswa ini diharapkan perguruan tinggi dapat ikut memutus mata rantai ke miskinan di masyarakat. “Dengan ijasah diploma dan strata satu harapannya mereka akan memperoleh lapangan pekerjaan lebih baik yang berarti memperoleh penghasilan yang lebih baik pula, sehingga ikut mengangkat harkat dan martabat keluarga, baik secara ekonomi maupun sosial sebagai orang yang telah lulus dari perguruan tinggi,” katanya.
Sangat Beruntung
Ariezanafidatun Nahla, penerima beasiswa penuh dari Unusa mengatakan, ia sangat beruntung mendapatkan beasiswa sejak awal masuk di Unusa. “Dulu saya membayangkan berapa uang yang orang tua harus siapkan untuk bisa kuliah di kebidanan. Setelah ada tawaran tes untuk beasiswa penuh saya mencoba, dan Alhamdulillah bisa terpilih,” kata Ariezanafidatun, anak kedua dari empat bersaudara ini, kelahiran Sidoarjo, 13 Desember 1995.
Kedua orang tuanya terutama ibu, yang sehari-hari menjadi guru ngaji, kata Ariez, juga sangat bangga dengan apa yang telah diraih itu. “Sungguh saya tidak menduga jika bisa kuliah tanpa keluar biaya sedikit pun dari awal hingga lulus,” kata Ariez yang tercatat sebagai wisudawan berprestasi dengan IPK 3,73 dan berpredikat sebagai pelopor dalam berbagai kegiatan kemahasiswaan.
Lain lagi yang diungkapkan oleh Isnaini Karimah, penerima Bidikmisi. Gadis kelahiran Probolinggo, 20 April 1995 ini mengatakan, kedua orang tuanya bangga dan tidak mengira jika dirinya bisa memperoleh Bidikmisi. “Berkat Bidikmisi itu saya lebih giat dan berkonsentrasi lagi belajar dan mengikuti berbagai kegiatan di kampus. Salah satunya mengikuti program mahasiswa wirausaha dan mendapatkan hibah dari Kementerian,” kata anak terakhir dari empat bersaudara ini yang mencatatkan IPK 3,95.
Menjelaskan tentang hibah program mahasiswa wirausaha yang diterima tahun 2015, Isnaini mengatakan, dirinya dan tim memilih pemembuatan nastar dari daun kelor. “Kue ini dibuat untuk membantu program ASI eksklusif pada ibu-ibu yang baru melahirkan. Dalam bentuk kue ibu yang baru melahirkan jauh lebih merasa enak mengkonsumsi daun kelor ketimbang dalam bentuk sayur,” kata Isnaini yang kita siudah mendapatkan kesmepatan magang di salah satu rumah bersalin di Surabaya. (Surabaya, 9 September 2016)