Surabaya – Stunting menjadi salah satu permasalah di Jawa Timur, permasalah gizi kronis pada balita ini ditandai dengan badan yang tidak sesuai dengan usianya. Dosen Kebidanan dari Fakultas Keperawatan dan Kebidanan (FKK) Lailatul Khusnul Rizki, SST., MPH. Menilai masalah stanting bisa diatasi dengan makanan pendamping ASI (mpasi) yang tepat.
Lailatul menjelaskan prosedur pemberian mapasi yang kurang tepat menyebabkan pemenuhan nutrisi dan zat gizi pada balita tidak mencukupi secara kualitas. Dengan kondisi ini sebanyak 7,8 juta dari 23 juta balita di Indonesia menderita stunting alias pendek, karena gizi buruk atau sekitar 35,6 persen.
“Angka tersebut terbilang tinggi dan menempatkan Indonesia sebagai negara dengan jumlah balita penderita stanting terbanyak kelima di dunia. Karena kondisi itu juga, WHO menetapkan Indonesia sebagai negara dengan status gizi buruk,” ungkap Lailatul, Jumat (4/6).
Wanita yang akrab disapa Riris menjelaskan, stanting bisa dicegah, kunci pencegahannya adalah memberikan asupan gizi yang baik kepada anak di seribu hari pertama dalam kehidupan mereka, yakni dari dalam kandungan hingga usia dua tahun. Salah satunya dengan cara melakukan pemberian mapasi melalui cara yang tepat sesuai dengan standar yang dibuat oleh WHO dan IDAI. “Pemberian mpasi dapat memperhatikan beberapa poin penting yang menjadi strategi jitu dalam mencegah terjadinya stunting,” ungkap Riris.
Mapasi diberikan pada usia yang tepat, yaitu ketika ASI saja tidak mencukupi kebutuhan nutrisi bayi. IDAI dan WHO merekomendasikan pemberian selambat-lambatnya pada usia 6 bulan. “Namun pada kondisi tertentu, misalnya kenaikan berat badan (BB) yang kurang baik, anak dapat mulai diberikan setelah dievaluasi penyebabnya dan setelah kesiapan makannya dinilai oleh dokter,” ungkap Riris.
Menu mapasi yang diberikan disarankan mengandung kebutuhan nutrisi yang tidak dapat dipenuhi lagi oleh ASI, terutama jumlah energi, protein, zat besi, dan zinc. Tidak ada satu jenis makanan yang dapat memenuhi semuanya.
Riris menjelaskan dalam pemberian mapasi yang bervariasi dan mencukupi sumber karbohidrat, protein hewani dan nabati, lemak, serta mikronutrien, yaitu vitamin dan mineral. Menu seperti ini dikenal dengan menu lengkap. “Kenalkan buah dan sayur dalam jumlah kecil dengan memerhatikan asupan dan komposisi karbohidrat, protein, dan lemak pada mapasi serta berikan anak menu makanan rumahan,” ungkapnya.
Wanita berusia 30 tahun ini menilai kebersihan tangan, bahan, dan peralatan mapasi selama proses persiapan, pembuatan, penyimpanan, dan penyajian perlu diperhatikan. Pisahkan talenan untuk memotong bahan makanan mentah dan bahan makanan matang. “Cucilah tangan sebelum mempersiapkan mapasi dan sebelum menyuapi anak,” ungkapnya.
Walaupun diberikan dengan cara yang responsif, pemberian tetap perlu jadwal yang teratur, yaitu tiga kali makanan utama dan dua kali makanan kecil di antaranya, dengan waktu makan tidak boleh lebih dari 30 menit. (sar humas)