Surabaya – Peran Keluarga sangatlah penting bagi kehamilan yang beresiko atau bahkan komplikasi yang dapat mengancam jiwa ibu hamil serta bayi yang dikandungnya. Dosen Kebidanan dari Fakultas Keperawatan dan kebidanan Unusa, Ika Mardiyanti, SST, M.Kes menilai perlunya pemberdayaan keluarga (Family Empowerment) dalam mendeteksi kehamilan beresiko.
Ika menjelaskan, salah satu upaya untuk meningkatkan kemampuan keluarga dalam perawatan mandiri ibu hamil di rumah terutama disaat pandemi. Dengan melakukan family empowerment baik suami, maupun anggota keluarga lainnya yang tinggal satu rumah dengan ibu hamil tersebut.
“Karena keluarga merupakan orang terdekat ibu hamil yang dapat membantu memahami dan memenuhi kebutuhan ibu hamil, mendengarkan keluh kesah, mengenali masalah yang dialami, sehingga dapat turut serta dalam melakukan perawatan selama kehamilan termasuk dalam mendeteksi adanya kehamilan berisiko,” ucap Ika, Sabtu (22/5).
Namun, saat ini sebagian besar keluarga belum memiliki kemampuan yang cukup dalam mengenali dan mendeteksi secra dini adanya risiko tinggi kehamilan, yang mana hal tersebut merupakan salah satu penyebab terjadinya keterlambatan dalam penanganan komplikasi kehamilan.
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh ibu hamil dan keluarga untuk dapat menilai sejak dini apakah ibu hamil memiliki masalah/faktor risiko. Di antaranya adalah terlalu muda kurang dari 16 tahun, terlalu tua hamil lebih dari 35 tahun, terlalu lambat hamil I (menikah kurang dari 4 tahun), terlalu lama hamil lagi (lebih dari 10 tahun), terlalu cepat hamil lagi (kurang dari 2 tahun), terlalu banyak anak (4 atau lebih).
Juga terlalu pendek kurang dari 145 cm, pernah gagal kehamilan, pernah melahirkan dengan tindakan (vacum ekstraksi, placenta manual, pemberian infus/transfusi), pernah melahirkan operasi caesaria, menderita penyakit (anemia, malaria, TBC paru, payah jantung, diabetes, penyakit menular seksual), bengkak pada muka, tungkai dan tekanan darah tinggi, hamil kembar 2 atau lebih, hamil kembar (Hydramnion), bayi meninggal dalam kandungan, kehamilan lebih bulan, letak sungsang, letak lintang, perdarahan dalam kehamilan ini, pre eklampsi berat/kejang.
Risiko kehamilan ini bersifat dinamis karena ibu hamil yang pada mulanya normal, secara tiba – tiba dapat beresiko tinggi. Jika status kesehatan ibu hamil buruk, misalnya menderita anemia maka bayi yang dilahirkan berisiko lahir dengan berat badan rendah (BBLR), bayi dengan BBLR ini memilki resiko kesakitan seperti infeksi saluran nafas bagian bawah dan kematian yang lebih tinggi dari pada bayi yang dilahirkan dengan berat badan normal. Selain itu anemia juga berdampak pada ibu mengalami keguguran, lahir prematur, perdarahan saat hamil maupun pasca persalinan, meningkatkan risiko infeksi masa nifas serta ASI tidak lancar.
Kehamilan dengan resiko rendah seiring waktu dapat menjadi resiko tinggi bahkan resiko sangat tinggi. Perlu adanya pemantauan secara khusus dan terus menerus agar ibu hamil dengan resiko rendah tidak menjadi resiko tinggi bahkan resiko sangat tinggi.
Di sinilah pemberdayaan keluarga (Family Empowerment) melalui perannya sebagai anggota keluarga yang mempunyai kekuatan terhadap diri mereka untuk memikul tanggung jawab (responsibility), merawat dan meningkatnya rasa perhatian (respect) dan keinginan yang tinggi untuk merawat (care) ibu hamil.
Ibu hamil dan keluarga sebaiknya juga menjaga kesehatannya dengan rutin periksa sesuai jadwal ke tenaga Kesehatan/bidan dan segera datang ke fasilitas kesehatan jika terdapat tanda bahaya atau komplikasi selama kehamilan.
Sedangkan peran bidan adalah dengan memberikan penanganan yang tepat dan sesuai standart sangat membantu dalam upaya menurunan Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB). (sar humas)